SELAMAT DATANG... SUGENG RAWUH...HALO INDONESIA!
Indonesia Tanah Air Beta, Pusaka Abadi Nan Jaya

Tuesday, July 24, 2007

KOLEKSI PERANGKO (STAMPS COLLECTION)



Saat ini, perangko semakin sedikit diproduksi dan digunakan. Perkembangan teknologi yang luar biasa, seperti sms, mms, dan sebagainya, memaksa perangko untuk melangkah setapak keluar dari era surat kertas, karena sekarang yang lebih berperan adalah surat digital.

Namun bagi penggemar perangko, kondisi itu bukanlah suatu hambatan, namun lebih menjadi tantang bagi mereka untuk memperoleh perangko. Semakin sulit sebuah perangko diperoleh, maka semakin bermutu koleksi perangko yang mereka miliki. Kaum filatelis, sebutan bagi kolektor benda-benda pos, sangat menyukai perangko yang sulit didapatkan, karena nilainya pasti tinggi. Penulis, meskipun sudah bertahun-tahun ini tidak lagi aktif mencari dan mengumpulkan perangko karena kesibukan pekerjaan, namun masih sesekali merapikan koleksi perangko, yang beberapa di antaranya adalah perangko keluaran jaman penjajahan Belanda di Indonesia.

Perangko merupakan benda koleksi yang luar biasa. Dengan memiliki beragam perangko, kita dapat melihat cakrawala yang terbentang luas di seluruh penjuru dunia, karena biasanya, gambar di perangko melukiskan apa yang terjadi di pelosok dunia. Dengan koleksi perangko, penulis bahkan bisa mempelajari sejarah dunia, dan menambah pengetahuan penulis tentang tokoh-tokoh di dunia, seperti Ratu Inggris, Belanda, dan Presiden USA, selain Presiden RI tentunya.

Perangko segitiga dari Republik Maladewa

Ketika seorang kolektor berhasil mengumpulkan seri perangko yang diminati dan sangat diidam-idamkan, ia akan merasa sangat puas dan bahagia. Seperti penulis ketika pertama kali memperoleh perangko berbentuk segitiga, rasa senang menghinggapi perasaan, sampai-sampai penulis yang kala itu masih SMP (Junior High School), membawa album yang berisi perangko segitiga itu sebagai teman tidur.

Salah satu keuntungan mengoleksi perangko adalah nilai seni dan nilai jual yang tinggi untuk beberapa perangko tertentu. Perangko kuno dan masih terawat dengan baik memiliki nilai jual yang luar biasa, sehingga banyak kolektor yang menganggap koleksinya sebagai barang investasi. Hal tersebut telah dibuktikan dengan lelang perangko yang harganya bisa mencapai ribuan Dollar Amerika.

Pada tulisan berikutnya, penulis akan mencoba menggambarkan perangko seperti apa saja yang memenuhi persyaratan sebagai perangko yang berkualitas dan memiliki nilai yang tinggi. Selamat menunggu tulisan saya berikutnya.

OPTIMISME

Optimisme, suatu istilah yang menggambarkan keyakinan kita untuk menggapai harapan atau cita-cita yang diinginkan. Optimisme, juga menggambarkan sikap positip kita dalam menghadapi masa depan. Sebagimana layaknya sifat yang lain, optimisme yang berlebihan juga bisa berakibat negatip, karena kita tidak lagi mempersiapkan diri menghadapi kendala dan hambatan yang mungkin menerpa dalam perjalanan kita mencapai tujuan yang diidam-idamkan.

Beberapa hari yang lalu, di Senayan, kesebelasan nasional Indonesia harus mengakui kenyataan tidak bisa melanjutkan perjuangan ke babak perempat final kejuaraan Asia setelah dikalahkan Arab Saudi 2-1 dan Korea Selatan 1-0, setelah sebelumnya sempat memukul Bahrain 2-1. Kedua Negara yang mengalahkan Indonesia adalah dua kekuatan raksasa sepakbola Asia yang selalu menjadi langganan Piala Dunia. Tak heran Indonesia dikalahkan mereka. Namun yang cukup membanggakan, kekalahan Indonesia dilalui dengan suatu perjuangan yang patriotic, sehingga kesebelasan Korea Selatan dan Arab Saudi kerepotan untuk menjadikan kesebelasan Indonesia sebagai ladang gol sebagaimana diperkirakan banyak orang sebelumnya.

Dalam dua pertandingan terakhir, Presiden RI, Soesilo Bambang Yudhoyono selalu hadir langsung di stadion terbesar di Jakarta Itu. Seluruh masyarakat Indonesis seakan larut dalam pesta, meskipun kesebelasan kesayangannya kalah. Media massa, cetak maupun elektronik memuji penampilan cantik kesebelasan nasional. Para komentator tidak bisa lagi menghujat permainan yang memang menunjukkan peningkatan performa tersebut. Luar biasa. Indonesia Raya berkumandang di seluruh Indonesia.

Memang saat ini kita masih kalah. Tapi optimisme mulai tumbuh. Ternyata jika mau berusaha, kita masih mampu menunjukkan pada dunia bahwa kita bukanlah cacing tanah yang bisa diinjak tanpa perlawanan. Bahkan kita masih bisa menang. Optimisme semakin berkembang, tidak hanya di sepakbola sebagai olahraga pemersatu bangsa. Di bidang kehidupan yang lain pun, kita masih bisa optimis. Tentu bukan optimisme berlebihan tanpa diimbangi dengan usaha yang sepadan.

Jika semua masyarakat Indonesia mau berusaha dan bekerja keras, kita semua boleh optimis bahwa bangsa besar ini akan benar-benar menjadi bangsa besar, tidak saja dalam kuantitas penduduk dan luas wilayah, tetapi juga dalam kualitas.

Ayo saudara…, kita masih bisa optimis untuk menang…!!!!

Thursday, July 12, 2007

MASIH BISA MENANG....

Jalan macet di Jakarta adalah hal yang biasa terjadi, terutama saat jam berangkat dan pulang kerja. Demikian sore itu. Mobil yang kukendarai berjalan pelan dalam perjalanan pulang dari kantorku di bilangan Cempaka Putih. Sengaja pada hari itu, Selasa, 10 Juli 2007, aku memasang radio di frekuensi stasiun radio milik negeri ini, RRI. Pada hari itu, berlangsung pertandingan pertama tim nasional sepakbola Indonesia melawan tamunya dari Bahrain dalam laga Piala Asia 2007.

Gol pertama yang diciptakan Budi Sudarsono menggemparkan isi mobil. Saya dan teman di dalam mobil begitu bergembira mendengarkan terjadinya gol tersebut. Gol balasan dari Bahrain sempat membuat kami terdiam, sebelum kemudian terbawa dalam suasana gembira kembali, saat Bambang Pamungkas membungkam pertahanan Bahrain dengan gol yang dibuatnya. Semua itu kami dengarkan sepanjang perjalanan yang cukup lama dan panjang.

Kemenangan Indonesia atas Bahrain membuat perjalanan menembus kemacetan yang panjang itu menjadi tidak terasa. Suasana gembira sangat terasa dalam perjalanan kami pada hari itu.

Esok harinya, terasa sekali betapa kegembiraan juga merasuki hati seluruh masyarakat Indonesia. Ternyata masih ada yang bisa diperbuat oleh tim nasional yang selama ini selalu terseok dan kalah dalam setiap pertandingannya. Dan kemenangan yang diraih pada malam itu adalah sesuatu yang sangat amat ditunggu segenap masyarakat Indonesia, meskipun bukan penggemar sepakbola.

Semua orang bergembira, bahkan mereka yang selama ini sinis atas prestasi tim nasional, ikut bersorak... semua orang tersenyum dan harapan yang telah dipendam dalam-dalam itu seakan menyeruak keluar. Tidak peduli bahwa lawan berikutnya adalah Arab Saudi dan Korea Selatan, dua raksasa sepakbola dunia. Ternyata Indonesia masih bisa menang....

Sorak kemenangan masih berkumandang, dan semoga akan terus berkumandang untuk pertandingan-pertandingan selanjutnya. Kita semua berharap bahwa sorak kemenangan itu tidak hanya untuk sepakbola, tetapi semua bidang di negeri ini… Kita berharap, Indonesia masih bisa menang….


Wednesday, July 11, 2007

ULANG TAHUN

“Ayah…, besok Sabtu Sisi (bukan nama sebenarnya) ulang tahun lho… Kita di undang ke rumahnya ya…,” begitu kata istriku saat memberitahukan bahwa salah satu kemenakannya ulang tahun. Aku hanya menganggukkan kepala untuk merespon pemberitahuannya. Masalah mau datang atau tidak, itu urusan belakangan.

Ulang Tahun, adalah suatu momen yang biasa dirayakan oleh banyak orang setiap tahunnya. Banyak orang yang bahkan dengan besar-besaran merayakan di tempat pesta yang dapat menampung banyak orang. Anak-anak muda bahkan merayakan dengan amat bersuka cita di hari ulang tahun mereka yang ke-17, sweet seventeen. Untuk beberapa kalangan, akan dianggap tabu jika ulang tahun ke-17 tidak dirayakan, minimal dengan tiup lilin.

Saya tidak tahu dengan pasti sejarah perayaan hari ulang tahun, baik siapa yang memulai, di negara mana, dan kapan. Yang saya tahu, setelah saya lahir, budaya tersebut sudah ada.

Saya termasuk orang yang senang jika dapat melihat orang lain berbahagia, termasuk orang-orang yang merayakan pesta ulang tahun. Bahkan saya pernah sesekali ikut dalam perayaan tersebut ketika ada kawan yang mengundang. Namun saya seringkali tidak dapat menikmati acara tersebut.

Mungkin ada pembaca yang bertanya mengapa saya tidak bias menikmati acara yang pastinya diselenggarakan untuk menyenangkan hati mereka yang berada di sana. Jawaban yang bisa saya berikan adalah, saya hanyalah orang desa yang tidak suka berhura-hura seperti kawan-kawan dari kota. Saat saya berada di dalam pesta yang penuh dengan makanan enak, saya teringat saudara-saudara saya di desa yang lapar dan sulit memperoleh makanan yang layak. Ketika kami bersenda gurau dalam pakaian indah di tempat yang juga indah, teringat saya akan pakaian compang camping yang dikenakan saudara saya di kampung, serta rumah mereka yang selalu bocor jika diterpa gerimis.

Satu hal penting yang kemudian muncul dalam benak saya adalah, tanggal ulang tahun adalah tanggal lahir kita beberapa tahun silam. Secara logika, maka usia hidup kita di dunia juga berkurang sebanyak tahun-tahun yang telah kita lalui. Maka ketika berada dalam pesta tersebut, hati saya bertanya, kenapa kita merayakan ini semua dengan kegembiraan tiada batas, padahal kita justru semakin mendekati mati….??

Ah, tetapi bukan hak saya untuk menentukan penting atau tidaknya perayaan tersebut. Adalah hak semua orang untuk menikmati hidup ini dengan cara masing-masing, dan itu sah-sah saja. Tidak akan pernah ada pemaksaan kehendak atas hal apa pun dalam tulisan saya.

Nah, para pembaca yang budiman, adalah hak kita untuk menentukan bagaimana kita menikmati Hari Ulang Tahun Anda. Nikmatilah, bergembiralah, dan ingatlah bahwa usia kita sudah berkurang satu tahun lagi sejak ulang tahun kita yang terakhir...

Selamat Hari Ulang Tahun semuanya. Happy Birthday for all.


Tuesday, July 10, 2007

LANGKAH KAKI TUKANG BAKSO



Ting..ting..ting.. Jam dinding menunjukkan pukul 19.45 WIB. Suasana komplek yang hening, karena belum banyak yang tinggal di sana, terpecahkan oleh suara mangkuk dan sendok yang diadu, khas tukang bakso. Kami bergegas menuju pintu pagar dan memanggil tukang bakso tersebut. Tiga mangkuk bakso kami pesan.

Sambil menanti ia meracik baksonya, saya mengajaknya berbincang. Perbincangan ringan yang mungkin menurut para politisi, tidak ada artinya, tetapi bagi tukang bakso tersebut bisa sangat berarti. Saya menanyakan di mana rumahnya, bagaimana perjalanan bisnisnya, dan lain sebagainya, Dia menjawabnya dengan terpatah-patah, mungkin karena lelah mendorong gerobaknya di komplek yang memiliki kontur tanah berbukit-bukit tersebut, atau karena terlalu konsentrasi meracik bakso yang memikat selera itu.

Dari beberapa jawaban dan pernyataan yang terlontar dari mulutnya, saya mendengar beberapa hal yang menarik perhatian. Dia mengatakan bahwa tempat tinggalnya terletak agak jauh dari komplek tempat kami tinggal. Saya sulit membayang mendorong gerobak bakso yang berat, melewati jalan komplek kami yang naik turun, dan tinggal di tempat yang relatif jauh, melintasi beberapa daerah sepi tak berpenghuni nan gelap gulita. Kelelahan tampak jelas di matanya, saat mengatakan bahwa ia harus berjualan malam agar ada pembeli, karena kalau siang, sebagian besar penghuni komplek, yang notabene adalah pelanggan potensialnya, sedang berada di tempat mereka mencari nafkah.

Ketika saya bertanya jam berapa ia pulang, dijawabnya dengan santai bahwa ia pulang dari lokasi pukul sekitar pukul 21.00 WIB dan tiba di rumah paling cepat sekitar pukul 23.00 WIB. Wow..!!! Perjalanan kaki dua jam dengan mendorong gerobak bakso, menembus dingin dan gelapnya malam. Padahal sang istri tercinta mengharapkan agar ia pulang lebih awal, karena kekuatirannya atas keselamatan sang suami tercinta. Namun terpaksa ia mengabaikan permintaan istrinya, demi kelangsungan hidup keluarga yang dipimpinnya. Hmm, andai saya yang berada di posisinya, tak terbayangkan betapa beratnya hidup ini.

Sedikit renungan dalam kisah ini, ternyata tiada perjalanan hidup yang mudah. Ketika saya mengeluh karena setiap hari harus berangkat pagi hari menembus kemacetan lalu lintas, menghadapi setumpuk pekerjaan yang melelahkan, dan mengatakan bahwa itu semua adalah keadaan yang mengerikan, lalu apa yang harus saya katakan tentang perjalanan sang tukang bakso itu… Ia melintasi malam dalam sepi, dingin, gelap, dan kelelahan karena berjalan sepanjang hari, sementara saya hanya menembus macet dalam beberapa jam, itu pun duduk, dan kemudian duduk di ruangan kantor yang ber AC. Rasa syukur seharusnya segera hinggap di hati yang rapuh ini. Dan semoga demikian juga dengan para pembaca sekalian yang budiman…